Oleh : Albert P Nalang
warta1.net,MANADO–Meminjam pemikiran John Stuart Mill, tokoh klasik dalam ilmu politik, sering dirujuk karena sikap pesimis dia terhadap masa depan demokrasi dalam masyarakat yang plural. Ia menyatakan “demokrasi tidak cocok untuk struktur masyarakat yang multietnik karena hampir mustahil institusi yang bebas berlangsung dalam negara yang mempunyai nasionalitas yang berbeda.” Demokrasi dianggap tidak bisa berhasil di masyarakat yang terbelah berdasarkan sentimen identitas karena strategi outbidding (mengungguli) lawan politik dengan menggunakan sentimen sektarian mempunyai peluang besar untuk menang atau mendapatkan dukungan dari mayoritas konstituen yang menempatkan identitas sebagai pertimbangan utama dalam pilihan politik.
Hal ini cukup nampak untuk mengetahui latar belakang pemberian atribut kultural (adat Sangihe) pada moment Pilkada 9 desember 2020 khususnya di Kota Manado, maka perlu ditinjau dari kaca mata politik identitas. Pemberian seperti penobatan struktur organisasi gelar Panglima Tertinggi Brigade kepada calon Walikota Manado Mor Dominus Bastian..?
Apakah ini merupakan alat untuk mempertegas politik identitas yang dimaknai sebagai strategi dan kontestasi ikatan simbol kultural primordial (agama, kesukuan, ras, kelompok) dalam memperjuangkan siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana.
Beberapa poin yang bersinggungan dengan politik identitas akan diintegrasikan untuk dijadikan sebagai bahan acuan dalam melihat kontestasi politik identitas di Kota Manado, antara lain: pengertian singkat politik identitas,
Apakah perbedaan ras dan budaya merupakan persoalan mempertahankan politik identitas? budaya dan politik orang Manado antara harapan dan kenyataan, pemberian sebagai Panglima Tertinggi Brigade Santiago suatu bentuk penjajahan pikiran
Dalam dunia politik di Indonesia, identitas dijadikan sebagai alat untuk mempertegas kekuatan politik sekaligus digunakan sebagai alat atau cara untuk menjatuhkan dan menjelek-jelekkan lawan politik tertentu.
Politik identitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara membentuk dominasi arus besar untuk sebuah kepentingan kelompok yang akan memeras dan menyingkirkan kelompok lawan atau kelompok minoritas.
Politik identitas yang terlihat tersebut bermuatan identitas kebudayaan, agama, etnisitas dan ideologi politik tertentu.
Dari sudut pandang lain politik identitas bisa dimaknai sebagai strategi dan kontestasi ikatan simbol kultural primordial (agama, kesukuan, ras, kelompok) dalam memperjuangkan siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana.
Menurut Ketua IKISST Kota Manado Pontowuisang Kakauhe, politik identitas secara sederhana dapat dimaknai sebagai strategi politik yang memfokuskan pada pembedaan dan pemanfaatan ikatan primordial sebagai kategori umumnya.
Politik identitas sesungguhnya tidak hadir dalam ruang yang hampa. Dunia politik tidak hanya tentang hukum, undag-undang, dan institusi pengambilan keputusan tetapi terdapat kontestasi atau pertarungan kekuasaan politik melalui kekuatan kultural, sosial ekonomi, dan politik yang bersifat informal dan tidak kasat mata, namun ada dan terasa di dunia nyata.
Kekuasaan yang kasat mata dan tidak terlihat tersebut, berdampak dan berpengaru pada proses pengambilan kebijakan dan isu-isu strategis,” ucanya
Indonesia adalah negara yang perkembangan demokrasinya dianggap tidak berjalan mulus karena tingkat keragamannya lebih tinggi dibandingkan negara demokrasi di negara Asia yang lebih homogen.
Alasan kenapa pembelahan sosial berdasarkan identitas dianggap berbahaya terhadap demokrasi adalah karena dalam masyarakat seperti ini, kekalahan dalam politik bisa dianggap sebagai eksklusi terhadap kelompok identitasnya.
Politik identitas adalah hal yang tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dalam demokrasi.Pembentukan aliansi politik berdasakan kesamaan identitas, nilai, atau latar belakang adalah konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dalam demokrasi yang menjamin kebebasan.Bahkan bisa dibilang semua politik adalah politik identitas
Pendekatan rasial dan budaya itu sebagai dasar pembentukan nasion bertentangan secara langsung dengan nilai-nilai ideal Indonesia. Presiden RI pertama , Soekarno, mengatakan bahwa suatu bangsa bukan soal ras, warna kulit, atau kebudayaan.
Indonesia adalah bermacam-macam suku bangsa yang mendiami daratan dan pulau-pulau bekas Hindia Belanda yang terbentang dari Merauke hingga Sabang.
Penulis adalah Wartawan Politik